Sabtu, 28 April 2012

Manajemen Puskesmas

Untuk terselengaranya berbagai upaya kesehatan perorangan dan upaya kesehatan masyarakat yang sesuai dengan azas penyelenggaraan, puskesmas perlu ditunjang oleh manajemen puskesmas yang baik. Manajemen puskesmas adalah rangkaian kegiatan yang bekerja secara sistematik untuk menghasilkan luaran puskesmas yang efektif dan efisien. Ada tiga fungsi manajemen puskesmas yakni perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian, serta pengawasan dan pertanggungjawaban.

Sabtu, 07 April 2012

Kompres Panas Atau Dingin?

Sebelum tahun 2000, hampir semua orang tua menggunakan kain lap yang dibasahi air dingin atau air es untuk mengompres anak bila demam, seperti yang dianjurkan tenaga medis dan buku-buku kesehatan. Namun beberapa tahun belakangan mulai muncul anjuran dari dunia medis untuk menggunakan kompres panas atau air hangat, yang seakan-akan menyalahkan teori kompres masa lalu. Banyak orang tua yang bingung dengan fenomena ini, metode kompres apa yang akan dipilih.

Kedua metode kompres ini punya argumen pembenaran sendiri-sendiri, sehingga sulit untuk disalahkan secara mutlak. Yang setuju dengan kompres dingin agaknya berlindung kepada hukum fisika bahwa panas dari suatu tempat bisa berkurang setelah diserap benda lain . Dengan diserapnya panas tubuh oleh kain dingin maka suhu tubuh akan turun mendekati normal. Yang setuju dengan cara kompres panas berargumen kompres dingin itu sebenarnya tidak begitu efektif menurunkan panas. Karena kontak dengan air es maka pembuluh darah yang kontak dengan kain kompres dingin akan menciut (vasokonstriksi) sehingga menyulitkan pengeluaran panas. Di samping itu, benda dingin yang ditempelkan ditubuh menyebabkan thermostat di otak (hipotalamus) keliru memberi perintah. Perintah yang seharusnya menurunkan suhu berubah menjadi menaikkan suhu gara-gara benda dingin yang menempel. Karena itulah saat ini para dokter lebih menganjurkan kompres dengan air hangat bila anak demam. (AK)

http://apotekputer.com/ma/index.php?option=com_content&task=view&id=47&Itemid=9

OBAT DAN KEHAMILAN

Sikap berhati-hati menggunakan obat perlu dimiliki wanita hamil. Sikap itu didasari kenyataan terpengaruhnya calon bayi bila wanita hamil menggunakan obat yang sebagian besar merupakan bahan kimia itu. Namun sikap ini jangan pula dilanjuti ketakutan menggunakan obat. Kalau memang diperlukan, obat akan jauh bermanfaat.
Masa kehamilan dibagi dalam 3 tahap. Tahap pertama disebut trisemester pertama kehamilan (tiga bulan pertama masa kehamilan). Tahap ini merupakan tahap paling kritis karena pada tahap ini berlangsung proses pembentukan organ-organ penting bayi. Dalam tahap ini janin sangat peka terhadap kemungkinan kerusakan yang disebabkan obat, radiasi dan/ atau infeksi yang menyerang. Penyebab kerusakan terhadap calon bayi tersebut disebut teratogen. Pemberian obat-obat tertentu boleh jadi akan memberikan kecacatan lahir.
Pada tahap ini hindarilah pemakaian obat yang tidak perlu dan tidak diketahui keamanannya.Tahap selanjutnya adalah trimester kedua kehamilan (bulan keempat sampai dengan bulan keenam masa kehamilan). Organ bayi sudah terbentuk. Denyut jantung sudah dapat didengar dan tulang belakang sudah dapat terlihat dengan peralatan radiologi. Beberapa obat boleh jadi akan mempengaruhi perkembangan si janin, yang dimanesfetasikan dengan rendahnya berat badan bayi ketika dilahirkan.Tahap terakhir adalah trisemester ketiga kehamilan (bulan ketujuh hingga bayi dilahirkan). Pada tahap ini resiko terbesar adalah kesulitan bernafas pada bayi baru lahir. Beberapa obat dapat mempengaruhi persalinan yang dimanesfetasikan bayi lahir prematur maupun calon bayi lebih lama dalam kandungan. Untuk memetakan obat mana yang aman bagi wanita hamil saat ini mengacu kepada percobaan-percobaan terhadap binatang, dan pengamatan terhadap penggunaan obat ketika diedarkan. Percobaan yang sangat luas terhadap wanita hamil bagi obat baru yang akan diedarkan memang tidak ada dan tidak akan pernah ada mengingat tidak etis menggunakan wanita hamil sebagai obyek penelitian. Sebagai rujukan yang paling dipercaya kalangan medis untuk sesuatu obat itu aman atau tidak untuk wanita hamil adalah Pedoman yang disusun US FDA (Badan POM Amerika Serikat).
FDA membagi tingkat keaman obat tersebut kedalam 5 kategori:
Kategori A:

Studi terkontrol pada wanita tidak memperlihatkan adanya resiko bagi janin pada trisemester pertama kehamilan. Dan tidak ada bukti mengenai resiko pada trisemester ke dua dan ketiga. Kemungkinan adanya bahaya terhadap janin sangat rendah.
Kategori B:

Studi terhadap reproduksi binatang percobaan tidak memperlihatkan adanya resiko terhadap janin tetapi belum ada studi terkontrol pada ibu hamil atau sistem reproduksi binatang percobaan yang menunjukkan efek samping ( selain penurunan tingkat kesuburan), yang juga tidak diperoleh pada studi terkontrol pada trisemester 1 dan tidak terdapat bukti adanya resiko pada trisemester selanjutnya.
Kategori C:

Studi pada binatang percobaan menunjukkan adanya efek samping pada janin (teratogenik) dan tidak ada studi terkontrol pada wanita. Atau studi pada wanita maupun binatang percobaan tidak tersedia. Obat dalam kategori ini hanya boleh diberikan kepada ibu hamil jika manfaat yang diperoleh lebih besar dari resiko yang mungkin terjadi pada janin.
Kategori D:

Terdapat bukti adanya resiko terhadap janin manusia. Obat ini hanya diberikan bila manfaat pemberian jauh lebih besar dibandingkan resiko yang akan terjadi. (terjadi situasi yang dapat mengancam jiwa ibu hamil, dalam hal mana obat lain tidak dapat digunakan/ tidak efektif).
Kategori X:

Studi pada binatang percobaan atau manusia telah memperlihatkan adanya kelainan janin (abnormalitas) atau terbukti beresiko terhadap janin. Resiko penggunaan obat pada wanita hamil jelas lebih besar dari manfaat yang diperoleh. Obat kategori X merupakan kontra indikasi bagi wanita hamil atau memiliki kemungkinan untuk hamil.
Prinsip menggunakan obat kala hamil

1. Pertimbangkan mengatasi penyakit tanpa menggunakan obat, terutama pada 3 bulan pertama kehamilan.
2. Obat hanya digunakan bila manfaat yang diperoleh ibu lebih besar dibandingkan kemungkinan resiko yang bakal terjadi pada janin.
3. Apabila harus menggunakan obat, pilihlah obat yang telah dipakai secara luas selama kehamilan. Hindarilah penggunaan obat yang baru beredar karena belum cukup waktu untuk mengetahui keamanannya.
4. Hindari penggunaan obat polifarmasi – menelan berjenis-jenis obat (4 atau 5 jenis)
5. Cari tahu apakah obat yang akan digunakan aman sesuai kategori dunia pengobatan (lihat artikel sebelum ini). Bagi yang suka browsing di internet informasi dapat diperoleh di www.safefetus.com. Informasi lain dapat diperoleh dari Buku MIMS (Indonesian Index Medical Spesialite) berbahasa Indonesia terbaru yang banyak dijual di toko buku Gramedia dan Gunung Agung. Di halaman-halaman depan buku ini terdapat indeks obat dan kategori resiko untuk wanita hamil yang cukup lengkap.

http://apotekputer.com/ma/index.php?option=com_content&task=view&id=36&Itemid=9

ALKOHOL DALAM OBAT

Sekitar 25 tahun silam, ramai polemik di surat kabar ibu-kota mengenai keberadaan etanol dalam suatu obat penurun panas yang sangat populer dan mendominasi pasar saat itu . Sebagian kalangan mempersoalkan bahaya etanol (alkohol) dalam campuran obat tersebut. Mereka berpendapat etanol yang digunakan sebagai pelarut paracetamol - zat utama penurun panas, diperkirakan dapat menimbulkan bahaya bagi si bayi. Si mungil yang baru lahir belum memiliki sistem yang sempurna untuk memetabolisme alkohol sehingga cenderung menimbulkan kelainan syaraf nantinya. Pada saat itu memang hampir semua obat penurun panas, obat flu dan batuk yang berbentuk sirup mengandung etanol sebagai pelarut.

Sebagian kalangan, terutama dari pabrik obat, membela dengan mengatakan jumlah etanol dalam obat tetes penurun panas sangat sedikit, sehingga tak perlu dikuatirkan. Agaknya mereka lupa bahwa bagi bayi yang beratnya jauh lebih kecil dari orang dewasa, satu cc alkohol itu tidak sedikit jumlahnya, apalagi diminum 3 atau 4 kali sehari.
Untunglah polemik tersebut kini sirna. Pabrik obat telah membuang alkohol sebagai kandungan obatnya. Obat tersebut kini tidak lagi mengandung alkohol, seperti yang ditulis pada kemasannya. Begitu pula dengan obat penurun panas lainnya.
Dijauhi Konsumen

Alkohol ternyata bukan hanya dikandung obat penurun panas, banyak obat seperti sirup obat batuk, tonikum juga menyertakan alkohol dalam menu obatnya. Kini banyak pengguna obat di tanah air mulai mempersoalkan keberadaan alkohol bila hendak membeli obat, terutama konsumen yang beragama Islam yang mengharamkan alkohol. Walau ada yang berpendapat alkohol dalam campuran obat bukan minuman yang memabukkan namun cairan pelarut agar saja , tidak sedikit konsumen yang menjauhi penggunaan obat-obatan yang beralkohol tersebut.

Untunglah sebagian produsen obat di tanah air juga cukup bijak menyikapi hal ini. Banyak obat batuk dan vitamin di hari-hari terakhir ini telah melenyapkan alkohol dari isi campuran obatnya. Sebagai contoh tonikum bayer, kini telah bebas alkohol. Benadryl, Sanadryl - si sirup obat batuk kini telah mencampakkan alkohol dari campurannya. Hanya beberapa obat batuk saja yang masih menggunakan alcohol dalam obat batuk. Malah banyak pabrik mencantumkan kalimat Tidak Mengandung Alkohol pada wadah obatnya . Suatu cara promosi yang jitu agar obat tersebut tidak kehilangan konsumennya, terutama yang mengharamkan alkohol. (AK)

http://apotekputer.com/ma/index.php?option=com_content&task=view&id=34&Itemid=9

Keliru Sendok Keliru Dosis

Banyak masyarakat yang tanpa sadar keliru dosis bila menggunakan obat cair dengan aturan pakai menggunakan sendok. Apabila pada etiket obat ditulis sendok teh misalnya, digunakanlah sendok seadanya yang ada di rumah.sendokganti1.jpg Faktanya volume sendok teh yang ada di rumah beragam ukurannya - ada yang besar dan ada pula yang kecil - dan volumenya berkisar antara 2, 5 hingga 6 ml. Kekeliruan ini lebih banyak karena kurang jelasnya informasi yang diberikan kepada pasien dan masih banyaknya obat yang tidak menyertakan sendok obat dalam kemasannya. Untuk mengatasi kerumitan ini ada baiknya setiap pabrik obat selalu menyertakan sendok dalam kemasan obat.
Sebenarnya yang dimaksud dengan sendok teh (teaspoon) dalam pengobatan adalah sendok yang bisa memuat volume cairan 5 ml. Sendok teh ini sering disebut juga sebagai sendok obat. Dan yang dimaksud dengan sendok makan (tablespoon) adalah sendok yang memiliki volume 15 ml. Ketentuan ini kini
berlaku hampir di semua Negara, kecuali Australia. Di Australia yang dimaksud dengan sendok makan (tablespoon) adalah sendok dengan volume 20 ml.l. Ironisnya apabila yang ditulis pada etiket sendok makan, sendok sama juga yang digunakan. Tentu saja keteledoran ini bisa mengakibatkan pasien menerima obat kurang atau lebih tinggi dari seharusnya – yang bisa berdampak obat tidak efektif, atau timbul reaksi yang tidak diinginkan karena dosis berlebih.

Sendok Takar

Menariknya beberapa pabrik obat sekarang melakukan innovasi bentuk sendok yang disebut sendok takar. Bentuk pipih berubah menjadi bulat seperti botol.
Sendok tersebut menampilkan beberapa angka volume cairan. Ada angka yang menunjukkan volume 2,5 ml atau 5 ml misalnya. Dan ada pula yang menerakan angka 1/2 sendok teh, 1 sendok teh 2 sendok teh dan 1 sendok makan - seperti yang ada dalam kemasan obat penurun panas dari sebuah pabrik obat

http://apotekputer.com/ma/index.php?option=com_content&task=view&id=52&Itemid=9

Peresepan Tidak Rasional

Pola peresepan yang menyimpang memiliki andil besar pada pengobatan tidak rasional. Peresepan yang tidak rasional dapat juga dikelompokkan dalam lima bentuk:

Peresepan boros (Extravagant Prescribing), yaitu peresepan dengan obat-obat yang lebih mahal, padahal ada alternatif obat yang lebih murah dengan manfaat dan keamanan yang sama. Termasuk disini adalah peresepan yang terlalu berorientasi ke pengobatan simptomatik hingga mengurangi alokasi obat yang lebih vital contoh pemakaian obat antidiare yang berlebihan dapat menurunkan alokasi untuk oralit yang notabene lebih vital untuk menurunkan mortalitas.

Peresepan berlebihan (over prescribing), yaitu peresepan yang jumlah, dosis dan lama pemberian obat melebihi ketentuan - serta peresepan obat-obat yang secara medik tidak atau kurang diperlukan.

Peresepan yang salah (Incorrect Prescribing), yaitu pemakaian obat untuk indikasi yang salah, obat yang tidak tepat, cara pemakaian salah, mengkombinasi dua atau lebih macam obat yang tak bisa dicampurkan secara farmasetik dan terapetik; serta pemakaian obat tanpa memperhitungkan kondisi penderita secara menyeluruh.

Peresepan majemuk (multiple prescribing), yaitu pemberian dua atau lebih kombinasi obat yang sebenarnya cukup hanya diberikan obat tunggal saja. Termasuk disini adalah pengobatan terhadap semua gejala yang muncul tanpa mengarah ke penyakit utamanya.

Peresepan kurang (Under Prescribing), terjadi kalau obat yang diperlukan tidak diresepkan, dosis obat tidak cukup, dan lama pemberian obat terlalu pendek waktunya.

http://apotekputer.com/ma/index.php?option=com_content&task=view&id=53&Itemid=9

Penyebab Pengobatan Tak Rasional

Faktor paling penting terjadinya pengobatan tak rasional tak bisa dilepaskan dari banyaknya peresepan tidak rasional. Berbagai penyebab terjadinya peresepan yang tidak rasional:
1. Kurangnya pengetahuan / informasi mengenai obat.
2. Promosi berlebihan yang dilakukan pabrik-pabrik farmasi.
3. Hasrat untuk menjaga prestise. Masih ada dokter yang berpendapat bila pasien diberi banyak obat yang mahal prestisenya di mata pasien akan bertambah (pendapat keliru)
4. Terlampau banyak pasien sehingga setiap pasien tidak dapat tertangani secara optimal.

5. Rasa ketidakamanan dan ketidak-pastian diagnostik ataupun prognostik. Karena takut diagnose infeksi tidak tepat, maka penderita langsung diberondong berbagai jenis antibiotika. Karena takut penyakit berkembang ke komplikasi yang lebih berat maka penyakit walaupun ringan (infeksi) langsung diberi antibiotik. 6. Rasa gengsi yang tidak tepat dari penulis resep, misalnya supaya tidak dianggap ketinggalan zaman maka selalu membuat resep dengan obat terbaru tanpa pertimbangan jauh.
7. Mempercayai keandalan suatu obat hanya berdasarkan pengalaman mengobati yang ditemuinya tanpa memperhatikan bukti-bukti klinis yang telah teruji secara keilmuan.
8. Tekanan dan permintaan dari pasien, terutama bila dokter ingin memenuhi semua keinginan obat pasien tanpa memilah mana yang tepat dan yang tidak tepat.
9. Ketidakmampuan menelaah informasi secara kritik analitik sehingga setiap jenis informasi gampang sekali mempengaruhi pola kebiasaan peresepan.
10. Senang menuliskan obat dengan nama dagang yang sulit diperoleh dan diberi embel-embel tidak boleh diganti padahal obat dengan isi yang sama banyak tersedia – yang pada akhirnya membuat kesal pasien yang kecapaian hilir mudik keluar masuk apotik mencari obat ”langka” tersebut

http://apotekputer.com/ma/index.php?option=com_content&task=view&id=55&Itemid=9

Antibiotika Baru: Berpacu Dengan Resistensi Kuman-

Tepat 80 tahun lalu (1928), Sir Alexander Fleming telah meletakkan tonggak paling bernilai dalam dunia pengobatan. alexander flemming.jpgPenemuan Penicillin dari bahan natural, jamur Penicilium notatum telah berjasa menyelamatkan nyawa jutaan orang dari ganasnya pelbagai penyakit infeksi yang sebelumnya sulit tertangani. Konsep "kuman dapat dibunuh dari zat yang dihasilkan oleh kuman dan jamur" memicu penemuan berbagai obat lainnya seperti tetrasiklin, sefalosporin, erythromycin dan banyak lainnya yang sekarang kita kenal sebagai antibiotika. Sehingga pantaslah bagi Lembaga Nobel menganugerahi Alexander Fleming Hadiah Nobel untuk bidang kedokteran pada 1945.

Karena sudah banyak yang dibuat secara sintetis, antibiotika dapat didefinisikan sebagai semua senyawa kimia yang dihasilkan oleh organisme hidup atau yang

diperoleh melalui sintesis yang memiliki indeks khemoterapi tinggi, yang manifestasi aktivitasnya terjadi pada dosis yang sangat rendah secara spesifik melalui inhibisi proses vital tertentu pada virus, mikroorganisme ataupun juga berbagai organisme bersel majemuk.

Setiap antibiotik sangat beragam efektivitasnya dalam melawan berbagai jenis bakteri. Ada antibiotika yang membidik bakteri gram negatif atau gram positif saja, dan ada pula yang spektrumnya lebih luas, melawan ke duanya. Kemampuan antibiotika dalam menyembuhkan juga bergantung pada lokasi infeksi dan kemampuan antibiotik mencapai lokasi tersebut. Di samping itu, berkat kemajuan teknologi farmasi, pemakaian antibiotika generasi terakhir tidaklah seruwet sebelumnya. Banyak antibiotika kini digunakan dua kali sehari. Malah ada juga yang 1 kali sehari, dengan kemampuan membunuh kuman yang lebih prima.

Kuman juga mahluk hidup. Mereka rupanya mengadakan berbagai "upaya dan konsolidasi" untuk melawan serangan antibiotika. Karena sering terpapar antibiotika yang tidak terkontrol penggunaannya, banyak kuman yang resisten terhadap antibiotika. Antibiotika yang tadinya ampuh membunuh kuman, perlahan-lahan mulai tidak mampu membunuh kuman.

Karena makin banyak kuman yang resisten, para ilmuwan berpacu dengan waktu mencari antibiotika baru sebagai pengganti. Saat ini, setidaknya ada 3 antibiotika baru yang sedang diteliti efektifitasnya dalam membasmi bakteri patogen. Walau masih perlu banyak waktu lagi untuk dilepas ke pasaran obat dunia, banyak ahli yang memperkirakan antibiotika baru ini kelak hampir sama fenomenalnya dengan kemunculan Penisillin. Ketiga antibiotika tersebut adalah myxopyronin, corallopyronin, dan ripostatin, yang bekerja dengan menghambat kerja RNA polymerase dari bakteri (ensim yang dibutuhkan bakteri untuk membentuk protein). Ketiga antibiotika baru tersebut termasuk kelompok antibiotika broad spektrum, mampu membunuh banyak kuman ganas, termasuk kuman TBC yang sudah mulai resisten terhadap banyak obat TBC.

Logika Penggunaan Antibiotika
Antibiotika hanya bekerja untuk mengobati penyakit infeksi yang disebabkan bakteri. Antibiotik tidak bermanfaat mengobati penyakit akibat virus, jamur, atau nonbakteri lainnya. Penggunaan antibiotik secara rasional diartikan sebagai pemberian antibiotik yang tepat indikasi, tepat penderita, tepat obat, tepat dosis regimen dan waspada terhadap efek samping obat yang dalam arti konkritnya adalah:
- pemberian resep yang tepat
- penggunaan dosis yang tepat
- lama pemberian obat yang tepat
- interval pemberian obat yang tepat
- kualitas obat yang tepat
- efikasi harus sudah terbukti
- aman pada pemberiannya
- tersedia bila diperlukan
- terjangkau oleh penderita
Penggunaan antibiotik yang tidak rasional, seperti untuk mengobati flu (disebabkan virus) akan menimbulkan dampak negatif, seperti terjadinya kekebalan kuman terhadap beberapa antibiotik, meningkatnya kejadian efek samping obat di samping biaya pelayanan kesehatan menjadi tinggi.
Pembuat resep seharusnya memiliki tabel kuman-kuman patogen yang biasanya menjadi penyebab infeksi yang lazim terjadi. Pengetahuan mengenai pola resistensi kuman terbaru perlu diketahui penulis resep antibiotik. Apakah suatu mikroba patogen sudah predictable resistance atau emerging resistance akan mempengaruhi ketepatan dan efektifitas pengobatan. Pada predictable resistance bakteri patogen bersangkutan dipastikan hampir seratus persen sudah resisten terhadap antibiotik, seperti Klebsiella Sp. resisten terhadap amoksisilin (95%). Suatu bakteri disebut emerging resistance apabila kuman patogen yang mulanya tidak resisten kemudian mulai menjadi resisten, misalnya Haemophilus influenza terhadap ampisilin (15-25 persen).


Prinsip Penggunaan Antibiotika
Pemilihan antibiotik hendaknya didasarkan atas pertimbangan beberapa faktor, yaitu: spektrum antibiotik, efektifitas, sifat-sifat farmakokinetik, keamanan, pengalaman klinik sebelumnya, kemungkinan terjadinya resistensi kuman, super infeksi dan harga yang terjangkau. Faktor-faktor mana yang lebih dipentingkan dipengaruhi oleh berat-ringannya penyakit dan maksud pemberian antibiotik: apakah untuk profilaksis, terapi empiris, atau terapi terarah untuk satu atau lebih kuman patogen.
Pemberian antibiotik terapetik dilakukan atas dasar penggunaannya secara empirik atau terarah pada kuman penyebab yang diketemukan.
Penggunaan antibiotik secara empirik adalah pemberian antibiotik pada kasus infeksi yang belum diketahui jenis kumannya. Antibiotik diberikan berdasar data epidemiologik kuman yang ada. Hal ini tidak dapat dihindarkan karena antibiotik sering sudah dibutuhkan sewaktu antibiogram belum ada, selain itu pengobatan secara empiris umumnya dapat berhasil sekitar 80-90%. Dalam keadaan sehari-hari, kiranya cukup relevan untuk menggunakan antibiotik dengan spektrum sesempit mungkin, yang ditujukan khusus kepada kuman yang diduga sebagai penyebabnya. Hal ini mempunyai berbagai keuntungan, misalnya lebih efisiennya pengobatan, mencegah terbunuhnya kuman lain yang diperlukan tubuh, dan mengurangi timbulnya multi resistance.

Bersamaan dengan itu, segera dilakukan pemeriksaan kuman, dengan pengecatan gram, biakan kuman dan ujikepekaan kuman.
Penggunaan antibiotik secara terarah adalah pemberian antibiotik pada kasus infeksi yang sudah diketahui jenis kumannya. Antibiotik yang dipilih hendaklah yang paling efektif, paling aman dengan spektrum yang sempit. Cara pemberian dapat secara parenteral/oral atau topikal. Dalam memilih cara pemberiannya hendaknya dipertimbangkan berdasar tempat infeksi dan beratnya infeksi.

Bila diperlukan antibiotik kombinasi, hendaknya penggunaannya ditujukan untuk memperlebar spektrum aktifitas (misalnya pada terapi empirik atau infeksi campuran), mendapatkan efek bakterisidal yang cepat dan sempurna (sinergistik, misalnya pada kasus endokarditis enterokokus), atau untuk mencegah timbulnya kekebalan kuman, misalnya pada pengobatan tuberkulosis. (Azril Kimin)

http://apotekputer.com/ma/index.php?option=com_content&task=view&id=123&Itemid=9

Dampak Negatif Pengobatan Tidak Rasional-

Seperti yang telah disebut pada artikel terdahulu, Pengobatan Rasional sesungguhnya merupakan suatu proses yang kompleks dan dinamis, dimana terkait beberapa komponen, mulai dari diagnosis, pemilihan dan penentuan dosis obat, penyediaan dan pelayanan obat, petunjuk pemakaian obat, bentuk sediaan yang tepat, cara pengemasan, pemberian label dan kepatuhan penggunaan obat oleh penderita.

Penyimpangan terhadap hal tersebut akan memberikan pelbagai kerugian. Dampak negatif pemakaian obat yang tidak rasional sangat luas, namun secara ringkas dampak tersebut dapat digambarkan sebagai berikut:

Dampak terhadap mutu pengobatan dan pelayanan.

Beberapa kebiasaan peresepan yang tidak rasional akan mempengaruhi mutu pengobatan dan pelayanan secara langsung atau tidak langsung. Secara luas juga dampak negatifnya terhadap upaya penurunan mortalitas dan morbiditas penyakit-penyakit tertentu. Misalnya kebiasaan untuk selalu memberikan antibiotik dan antidiare terhadap kasus-kasus diare akut, dengan melupakan pemberian oralit yang memadai - niscaya sangat merugikan terhadap upaya penurunan mortalitas diare.

2. Dampak terhadap Efek Samping Obat (ESO)

Masalah efek samping obat dianggap tidak kalah penting dengan masalah efek terapi obat. Dampak negatif dari efek samping obat ini kurang banyak disadari oleh para penulis resep. Efek samping obat merupakan reaksi yang sifatnya merugikan si pemakai dan timbulnya pada penggunaan obat dengan dosis terapi, diagnostik atau profilaksis.

Kemungkinan resiko efek samping obat dapat diperbesar oleh penggunaan obat yang tidak rasional. Hal ini dapat dilihat secara individual pada masing-masing pasien atau secara epidemiologik dalam tingkat populasi.

Pemakaian obat yang berlebihan baik dalam jenis maupun dosis, jelas akan meningkatkan resiko efek samping. Pemakaian antibiotika secara berlebihan juga dikaitkan dengan meningkatnya resistensi kuman terhadap antibiotik yang bersangkutan dalam populasi.

Hampir sebagian besar efek samping obat terjadi pada sistem gastrointestinal, sistem hemopoetika, kulit, saraf, kardiovaskuler, dan sistem respirasi.



3. Dampak terhadap biaya pelayanan pengobatan.

Pemakaian obat-obatan tanpa indikasi yang jelas, untuk kondisi-kondisi yang sebetulnya tidak memerlukan terapi obat, merupakan pemborosan baik dipandang dari sisi pasien maupun sistem pelayanan. Dokter mungkin kurang memperhatikan dampak ekonomi ini, tetapi bagi pasien yang harus membayar atau sistem pelayanan yang harus menanggung ongkos pengobatan, hal ini akan sangat terasa. Kebiasaan peresepan yang terlalu tergantung pada obat-obat paten yang mahal, jika ada alternatif obat generik dengan mutu dan keamanan yang sama, jelas merupakan beban dalam pembiayaan dan merupakan salah satu bentuk ketidak rasionalan.

Beberapa penelitian yang dilakukan Dit. Jen. POM menemukan bahwa 60-65 % biaya obat pada ISPA non pneumonia digunakan untuk antibiotika yang sebenarnya tidak diperlukan. Satu hal yang mungkin sering dilupakan oleh praktisi medik adalah meresepkan obat yang harganya tidak terjangkau oleh pasien. Meskipun kecil presentasenya, sekitar 15,4 % pasien ternyata hanya membeli sepertiga hingga setengah bagian dari resep antibiotika. Sehingga pada akhirnya pasienlah yang mendapat dampak negatif peresepan tersebut seperti misalnya risiko terjadinya resistensi bakteri karena kurang adekuatnya pemakaian antibiotika.



4. Dampak psikososial

Pemakaian obat yang berlebihan oleh dokter sering akan memberikan pengaruh psikologik pada masyarakat. Masyarakat menjadi terlalu tergantung kepada terapi obat walaupun intervensi obat belum tentu merupakan pilihan utama untuk kondisi tertentu. Hal ini akan merangsang pola self medication yang tak terkendali ada masyarakat. Bentuk peresepan yang sifatnya ”pemaksaan” vitamin dan obat penambah nafsu makan pada anak-anak merupakan contoh khas penggunaan obat yang tidak rasional. Peresepan ini seakan-akan memberi kesan bahwa obat-obat vitamin pada anak-anak adalah esensial untuk kesehatan, yang pada hakekatnya obat-obat vitamin tersebut tidak lebih dari plasebo yang harus dibayar mahal yang melebihi dari harga makanan yang memiliki nutrisi tinggi. Dalam klinik juga dirasakan, karena terlalu percaya pada pemberian antibiotika profilaksis, tindakan-tindakan aseptis pada pembedahan menjadi tidak atau kurang diperhatikan secara ketat.

Sebenarnya dampak psikososial ini dapat dihindari dengan memberikan informasi dan edukasi secara benar kepada masyarakat. Dan tidak kalah pentingnya adalah kesadaran dari petugas kesehatan untuk melaksanakan pengobatan rasional.

http://apotekputer.com/ma/index.php?option=com_content&task=view&id=59&Itemid=9

PERAN DAN KOMPETENSI ASISTEN APOTEKER

Pendahuluan

Akhir – akhir ini telah timbul polemik tentang siapa, apa dan bagaimana peran seorang Asisten Apoteker, terutama untuk pekerjaan pelayanan kefarmasian ( Pharmaceutical care ) yakni satu bentuk pelayanan dan tanggung jawab langsung profesi apoteker dalam pekerjaan kefarmasian untuk meningkatkan kualitas hidup pasien. Asisten apoteker sebenarnya bukanlah gelar akademis, tetapi sebutan untuk orang yang bekerja membantu apoteker dalam kerja profesi farmasi. Sering ada terjadi bahwa seorang apoteker di apotik bekerja sebagai asisten (pembantu) apoteker lain yang menjadi APA di apotik itu. Malah ada pula apoteker menjadi apoteker pendamping yang bertugas membantu APA di apotik tersebut.


Dalam Permenkes No. 679/2003 seolah terkesan asisten apoteker adalah “ gelar “ yang diberikan kepada lulusan untuk sekaligus tiga jenis institusi pendidikan yang berbeda kurikulum kompetensinya dan stratanya.

Profesi apoteker ( dulu dikenal dengan istilah “polyvalent” ) dapat dilaksanakan diberbagai bidang pekerjaan, seperti apotik, industri, distribusi, litbang, pengawasan mutu, dll. Kesemua bidang ini dalam kerja profesi apoteker memerlukan pembantu yang sesuai dengan kompetensi yang dimilikinya.

Jika kita pahami masalahnya, tentu tidak sulit memperjelas mana asisten apoteker untuk membantu apoteker di laboratorium sebagai analis farmasi dan makanan, mana yang berkompetensi membantu apoteker dalam pelayanan farmasi di apotik, di industri, di litbang, dst.Sejarah dan latar belakang asisten apoteker.

Di Indonesia, pada zaman Hindia Belanda sudah ada pendidikan asisten apoteker. Semula asisten apoteker dididik di tempat kerjanya di apotik oleh apoteker Belanda. Setelah calon tersebut memenuhi syarat maka diadakanlah ujian pengakuan bertempat di Semarang, Surabaya dan Jakarta. Warga Indonesia asli yang lulus pertama ujian di Surabaya adalah pada thn 1908. Menurut buku Verzameling Voorschriften Thn 1936 yang di keluarkan D.V.G dapat diketahui bahwa dengan keputusan pemerintah Belanda No.38 thn 1918 dan diperbaharui dengan Kep No. 15 thn 1923 ( Stb. No. 5 ) dan Kep No.45 thn 1934 (Stb 392) didirikanlah Sekolah Asisten Apoteker dengan nama“Leergang voor de opleiding van apothekers-bedienden onder de naam van apothekers-assistentenschool“. Syarat pendidikan dasarnya Mulo bag B (setara SMP PaspaL). Pada waktu itu jumlah murid sangat dibatasi dan jumlah yang diluluskan juga dibatasi sampai hanya 20% (luar biasa ketatnya).

Pada zaman pendudukan Jepang, sekolah asisten apoteker baru dimulai lagi pada tahun 1944 di Jakarta, lamanya hanya 8 bulan dan hanya dua angkatan. Setelah kemerdekaan, pemerintah Indonesia membuka sekolah asisten apoteker di beberapa kota seperti Yogyakarta, Jakarta dan beberapa ibukota provinsi lainnya.

Jadi melihat sejarahnya memang semula asisten apoteker diadakan untuk membantu kerja apoteker Belanda yang bekerja di apotik pada waktu itu sangat kurang jumlahnya. Sekarang di Indonesia ternyata masih diperlukan mungkin karena apoteker sangat jarang berada di apotik selama waktu buka apotik.
Pembahasan

Kita ingin membahas untuk menjawab dua pertanyaan pokok. Pertama, apakah tenaga menengah farmasi asisten apoteker ( lulusan SMF/SAA ) untuk pharmaceutical care masih diperlukan. Atau seperti tuntutan pihak tertentu, pelayanan tsb harus dilakukan oleh tenaga lulusan JPT ? Istilah asisten berasal dari kata assistent ( bahasa Belanda) yang artinya pembantu, asisten, wakil ( A.L.N. Kramer Sr. Kamus Belanda).

Untuk menjawabnya kita lihat ke negeri yang melahirkan tenaga asisten apoteker, yakni Negeri Belanda. Kenyataannya dalam sistem pelayanan kefarmasian di apotik di Belanda, saat ini masih menggunakan tenaga asisten apoteker sebagai pembantu kerja apoteker. Asisten apoteker disebut tenaga menengah karena dasar pendidikan umum dari jalur MAVO, Middelbaar Algemeen Vormend Onderwijs ( setingkat SMP plus, yakni SD +4 thn ) lalu dididik 3 tahun di MBO, Middelbaar Beroeps Onderwijs (setingkat SMK) bidang farmasi. Dalam sistem pendidikan nasional mereka memang sudah ada pengarahan bakat dan minat mau kemana siswa akan melanjutkan pelajaran. Kalau mau ke akademi, maka liwat jalur HAVO, Hoger Algemeen Vormend Onderwijs ( SD plus 5 tahun). Untuk ke perguruan tinggi maka harus lewat jalur VWO, Voorbereidend Wetenschappelijk Onderwijs (setara SMA). Pemilihan jalur itu tergantung prestasi akademik siswa sendiri dan ditetapkan oleh sekolahnya. Memang ini karena pemerintah Belanda punya program bahwa hanya sekitar 30 % siswa bisa ke perguruan tinggi. Sejumlah 70 % diarahkan ke pendidikan kejuruan dan keterampilan yang sangat banyak butuh tenaga kerja.
Di Indonesia dalam Undang - Undang No.20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, telah ditetapkan wadah Sekolah Menengah Kejuruan, dimana telah ditetapkan pula pada bidang keahlian Kesehatan, program keahlian Farmasi. Ini memantapkan bahwa asisten apoteker adalah produk pendidikan menengah setara SMK ( seperti sistem di Negeri Belanda saat ini)

Didalam beberapa kesempatan, pejabat Diknas sering menyampaikan bahwa ratio pendidikan antara SMA dan SMK saat ini adalah 70 : 30 dan akan dibalik menjadi 70 SMK dan 30 SMA. Ini berarti secara logika bahwa pendidikan menengah kejuruan farmasi ( SMF /SMK Far ) akan lebih ditingkatkan jumlah dan kualitasnya pada masa mendatang.
Kesimpulan dan saran

1. Melihat sejarahnya di Indonesia, nama dan peran asisten apoteker sudah melekat hampir 100 tahun ( lulusan pertama tahun 1908 di Surabaya).
Dihitung secara jumlah, mungkin sudah ratusan ribu lulusan A.A dan mungkin masih puluhan ribu A.A diseluruh Indonesia yang tetap mengabdikan profesinya membantu apoteker di apotik atau fasilitas kesehatan lainnya, dan mereka bekerja tanpa menghitung hitung apakah apotekernya sama - sama bekerja profesi hadir ditempatnya bekerja.

2. Dengan pembahasan diatas, diharapkan makin mudah kita memahami eksistensi dan peran asisten apoteker selama ini, maka diharapkan kita lebih arif dan bijaksana pula memahami materi dan jiwa dari Kep.Menkes R.I No. 679/Menkes/SK/V/2003 tentang Registrasi dan Izin Kerja Asisten Apoteker.

Ditilik dari sebutan yang tertulis dalam keputusan tsb, istilah asisten apoteker untuk tenaga ketiga jenis institusi lulusan itu mempunyai arti yang sama yakni membantu kerja profesi apoteker.
Yang berbeda adalah bidang kerjanya. Itu tergantung dari kurikulum pendidikan yang didapatnya dan kompetensi yang dimilikinya. Sekali lagi kita lihat bahwa kerja profesi apoteker itu mencakup semua bidang ( apotik, industri, litbang, pengawasan mutu, distribusi, pemasaran dll. ). Untuk setiap bidang tentu disesuaikan kompetensi apa yang diperlukan dan harus sesuai dengan kompetensi / kurikulum pendidikan yang dimilikinya. Kompetensi di laboratorium berbeda dengan kompetensi di apotik yang memerlukan ketrampilan membaca resep, meracik, ketelitian dan kecepatan.
Untuk industri atau Litbang atau Lembaga pengawasan mutu tentu sangat diperlukan kemampuan ilmu yang lebih dari sekadar trampil dari membaca resep, meracik atau menyerahkan obat kepada pasien di apotik.
3. Sebagai penutup penulis ingin menyampaikan bahwa sumbangan pemikiran dalam pembahasan asisten apoteker ini adalah sebagai sumbang saran, karena penulis ( yang telah menggeluti dunia pendidikan menengah farmasi selama 40 tahun ) sangat prihatin atas komentar , pendapat yang dilontarkan tanpa informasi yang lengkap. Kita bersama ingin mencegah berkembangnya budaya salah menyalahkan, mau menang sendiri dan yang paling mengkhawatirkan adalah lupa bahwa kita sebenarnya bergerak dalam dunia pendidikan yang penuh etika.
4. Terima kasih.

Ref :

1. U.U No.20 / 2003 tentang. Sisdiknas
2. P.P 25 Thn 1980 ttg Apotik
3. Kep. Menkes No. 679 / 2003 tentang. Reg dan izin kerja A.A
4. Kep.Menkes No. 1027 /2004 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotik
5. Drs. Sunarto Prawirosujanto , Sejarah Perkembangan Farmasi di Indonesia ( Penerbit UGM 1972)
6. Drs. J. Hazeveld, Hilversum, Belanda. (ex SAA, wawancara)

http://apotekputer.com/ma/index.php?option=com_content&task=view&id=30&Itemid=52

PENGUMUMAN TATA CARA PEROLEHAN SURAT REKOMENDASI PAFI

Untuk Daerah yang Belum Secara Resmi Dibentuk PC / PD PAFI

Update:

Bahwa mengingat banyak pula daerah yang walau telah dibentuk PC/PD, namun tidak aktif. Maka kepada seluruh TTK di Indonesia yang memerlukan Surat Rekomendasi PAFI, dipersilahkan mengikuti tata cara perolehan surat rekomendasi sebagaimana tertulis dipengumuman ini.

TIDAK perlu menunggu KTA jadi, proses pembuatan surat rekomendasi tetap berjalan. Silahkan minta nomor KTA yang belum selesai di cetak ke Ibu Emy. Maksimal dapat diperoleh 3 hari setelah permohonan surat rekomendasi diterima.

Pertama: Memperoleh Kartu Tanda Anggota Nasional PAFI

Berdasarkan Keputusan Nomor 03 Tahun 2011 Tentang Perubahan Keputusan 03 Tahun 2009 Tentang Kartu Tanda Anggota Nasional (KTAN) PAFI, maka tata cara perolehannya adalah sebagai brerikut:

Mengisi formulir permohonan KTAN sebagaimana terlampir dalam pengumuman ini;
Membayar biaya perolehan KTAN, sebesar Rp. 50.000,- (lima puluh ribu rupiah), ke: Bendahara Umum Pengurus Pusat PAFI Bank BCA KCP Purbalingga Jawa Tengah Nomor Rekening AC. 0970300988 atau BANK MANDIRI KCP Purbalingga No. Rekening : AC 139-00-1096737-4 a/n. SUGIARTI;
Satu lembar foto copy SIAA yang diterbitkan Dinas Kesehatan Provinsi atau kalau belum ada dapat dilampirkan foto copy Ijazah Sarjana Farmasi atau ijazah Akademi Farmasi atau ijazah Poltekkes Jurusan Farmasi atau Ijazah Akafarma atau Ijazah Poltekkes Jurusan Anafarma atau Ijazah Asisten Apoteker bagi lulusan SAA dan SMF. Bagi lulusan SMK Farmasi disamping melampirkan foto copy Ijazah juga melampirkan foto copy Sertifikat Kompetensi Keahlian SMK Bidang Kesehatan Program Keahlian Farmasi yang diterbitkan Kepala Badan Pengembangan dan Pemberdayaan SDM Kesehatan Departemen Kesehatan RI.
Kirim hasil scan formulir yang telah diisi, lampiran, & bukti pembayaran kesalah satu email:

(1) www.emy_pafi@yahoo.com

(2) emy_pafi.depokk@yahoo.co.id

(3) emisriwahyuni09001013@gmail.com

Konfirmasikan pengiriman (sms / call dengan menyebutkan identitas) ke Ibu Hj. Emy Sriwahyuni No. Hp. +6281615055391 atau +6281703501465 atau +623171434773
KTAN yang telah selesai akan dikirm langsung via pos ke alamat pemohon.

Kedua: Memperoleh Surat Rekomendasi PAFI Untuk STRTTK / SIKTTK

Berdasarkan Surat Pengurus Pusat PAFI No. 30-2011 ttg Usul Pelaksanaan Permekes 889/2011, dan Surat Pengurus Pusat PAFI No. 36-2011 ttg Rekomendasi Untuk STRTTK dan SIKTTK, maka tatacara perolehan surat rekomendasi adalah sebagai berikut.

Syarat utama harus benar-benar dari daerah yang belum ada PC & PD PAFI. Bila ragu, silahkan kontak Ibu Hj. Emy Sriwahyuni No. Hp. +6281615055391 atau +6281703501465 atau +623171434773.
Membayar biaya perolehan untuk STRTTK atau SIKTTK, Rp. 20.000,- (dua puluh ribu rupiah) per-rekomendasi. Ditujukan ke rekening Bank Mandiri Cab. Sidoarjo No. 141-00-0430192-5 a/n Emy Sriwahyuni.
Scan dokumen berikut:

KTP / SIM / Paspor yang masih berlaku
Ijazah Tenaga Teknis Kefarmasian (untuk SMKF, wajib disertai Sertifikat Kompetensi Keahlian SMK Bidang Kesehatan Program Keahlian Farmasi yang diterbitkan Kepala Badan Pengembangan dan Pemberdayaan SDM Kesehatan Departemen Kesehatan RI)
SIK (bagi yang belum pernah mempunyai SIAA)
STRTTK (bagi pemohon rekomendasi SIKTTK)
KTAN PAFI
Bukti pembayaran perolehan surat rekomendasi STRTTK/ SIKTTK

Kirim hasil scan ke email: sekretariat@pafi-blog.info
Konfirmasikan (hanya untuk sms, dgn menyebut identitas) ke 089688625447 a/n Dhony
Surat rekomendasi yang telah selesai akan dikirim ke email pemohon.

Ketiga: Memperoleh Surat Pernyataan Akan Mematuhi Dan Melaksanakan Ketentuan Etika Kefarmasian

Berdasarkan Surat Edaran PP PAFI tertanggal 10 Agustus 2011, untuk membuat surat ini cukup dengan mengisi contoh surat pernyataan akan mematuhi dan melaksanakan ketentuan etika kefarmasian, sebagaimana terlampir dalam pengumuman ini.
Keempat: Memperoleh Surat Tanda Registrasi Tenaga Teknis Kefarmasian

Berdasarkan Kepmenkes 889/2011, STRTTK diperoleh dengan mengajukan pemohonan kepada Kepala Dinas Kesehatan Propinsi setempat. Biaya perolehan STRTTK tergantung daerah masing-masing. Jadi silahkan datang ke dinkes propinsi setempat untuk mengisi surat permohonan pembuatan STRTTK yang telah disediakan disana, disertai dengan persyaratan yaitu:

Fotokopi ijazah Sarjana Farmasi atau Ahli Madya Farmasi atau Analis Farmasi atau Tenaga Menengah Farmasi/Asisten Apoteker;
Surat keterangan sehat fisik dan mental dari dokter yang memilikisurat izin praktik;
Surat pernyataan akan mematuhi dan melaksanakan ketentuan etika kefarmasian;
Surat rekomendasi kemampuan dari PAFI untuk STRTTK; dan
Pas foto terbaru berwarna ukuran 4 x 6 cm sebanyak 2 (dua) lembar dan ukuran 2 x 3 cm sebanyak 2 (dua) lembar.

Kelima: Memperoleh Surat Izin Kerja Tenaga Teknis Kefarmasian | SIKTTK

Berdasarkan Kepmenkes 889/2011, SIKTTK diperoleh melalui Dinkes kota/kabupaten tempat bekerja. Perbedaannya bila dahulu satu SIKAA tidak diatur dapat digunakan untuk berapa fasilitas kefarmasian, maka dalam permenkes 889/2011 ini, SIKTTK diatur paling banyak untuk 3 (tiga) tempat fasilitas kefarmasian. Adapun persyaratannya:

Fotokopi STRTTK;
Surat pernyataan Apoteker atau pimpinan tempat pemohon melaksanakan pekerjaan kefarmasian (tidak ada format khusus);
Surat rekomendasi dari PAFI untuk SIKTTK; dan
Pas foto berwarna ukuran 4 x 6 sebanyak 2 (dua) lembar dan 3 x 4sebanyak 2 (dua) lembar.



Catatan:

*) Untuk segala pertanyaan, komentar, ataupun saran; berkenaan pengumuman ini silahkan kirim email ke sekretariat@pafi-blog.info (diutamakan) atau silahkan kontak Dhony Pratama di nomor 089688625447 (sms terlebih dahulu)

*) Untuk mendapatkan peraturan ataupun keputusan sebagaimana disebut dalam pengumuman ini, silahkan kirim email permintaan ke sekretariat@pafi-blog.info

*) Untuk mengkonfirmasi kebenaran pengumuman ini, silahkan kontak: Hj. EMY SRIWAHYUNI, Sekretaris Departemen OKK PP PAFI, HP. +6281703501465, +6281615055391, +623171434773. Hj. ENDANG SULISTYANING RAHAYU, Ketua Departemen OKK PP PAFI, HP. +6281331037453. HENDRO TRI PANCORO, Sekretaris Jendral PP PAFI, HP. +628123160141. SRIYANTO, Ketua Umum PP PAFI, HP. +628125943878.

http://pafi-blog.info/pengumuman-tata-cara-perolehan-surat-rekomendasi-pafi

Salam Dulu baru baca ^_^

Salam Dulu baru baca ^_^

Ma'an Najah

Ma'an Najah

Jazakallah khairan katsiran

Jazakallah khairan katsiran